LAPORAN
PENDAHULUAN ANEMIA SEL SABIT
A.
Pengertian
Anemia adalah
istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin
dan hematokrit di bawah normal. (Brunner edisi 8, vol.2, hal.935)
Anemia Sel Sabit adalah anemia
hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai
dengan serangan nyeri.(Brunner edisi 8, vol.2, hal.943)
Anemia sel sabit adalah sejenis
anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena
adanya hemoglobin abnormal. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535)
B. Etiologi
Hal-hal yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah
: (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)
a)
Infeksi
b)
Disfungsi
jantung
c)
Disfungsi
paru
d)
Anastesi
umum
e)
Dataran
tinggi
f)
Menyelam
C. Patofisiologi
Defeknya adalah satu subtitusi asam
amino pada rantai b hemoglobin. Karena hemoglobin A normal
mengandung dua rantai α dan dua rantai b, maka terdapat
dua gen untuk sintesa tiap rantai.
Trait
Sel Sabit. Orang dengan triat sel
sabit hanya mendapat satu gen abnormal, sehingga sel darah mereka masih
mampu mensintesa kedua rantai b dan bs,
jadi mereka mempunyai hemoglobin A dan S. Mereka tidak menderita anemia dan
tampak sehat.
Apabila dua
orang dengan dengan trait sel sabit menikah, beberapa anaknya akan membawa dua
gen abnormal dan dan hanya mempunyai rantai bs
dan hanya hemoglobin S, anak ini menderita anemia sel sabit.
D. Manifestasi Klinis
Hemoglobin sabit mempunyai sifat buruk
karena mempunyai bentuk seperti Kristal bila terpajan tekanan oksigen rendah.
Oksigen dalam darah vena cukup rendah sehingga terjadilah perubahan ini;
konsekuensinya sel yang mengandung hemoglobin S akan rusak, kaku dan berbentuk
sabit ketika berada di sirkulasi vena. Sel yang panjang dan kaku dapat
terperangkap dalam pembuluh kecil, dan ketika mereka saling menempel satu sama
lain, aliran darah ke daerah atau organ mengalami perlambatan. Apabila terjadi
iskemia atau infark, pasien dapat mengalami nyeri, pembengkakan, dan demam.
Urutan kejadian tersebut menerangkan terjadinya krisis nyeri penyakit ini,
namun apa yang mencetuskan urutan kejadian tersebut atau yang mencegahnya tidak
diketahui.
Gejala disebabkan oleh hemolisis dan thrombosis. Sel darah merah sabit memiliki usia hidup yang pendek
15-25 hari; sel normal 120 hari. Pasien selalu anemis, dengan nilai hemoglobin
antara 7-10 g/dl. Biasanya terdapat ikterik dan jelas terlihat pada sklera.
Sumsum tulang membesar saat kanak-kanak sebagai usaha kompensasi, kadang
menyebabkan pembesaran tulang wajah dan kepala. Anemia kronis sering disertai
dengan takikardi, murmur jantung, dan
pembesaran jantung (kardiomegali). Disritmia dan gagal jantung dapat tejadi
pada pasien dewasa.
Setiap jaringan dan organ rentan
terhadap gangguan mikrosirkulasi akibat proses penyabitan, sehingga peka
terhadap kerusakan hipoksik atau nekrosis iskemik yang sebenarnya. Terdapat
kenaikan kekentalan darah.
E. Penatalaksanaan
Sekitar 60 % pasien anemia sel sabit
mendapat serangan nyeri yang berat hampir terus-menerus dan terjadinya anemia
sel sabit selain dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh
beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau
emosional lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak.
Orang
dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang
disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus diobati dengan antibiotik yang
sesuai. Transfusi sel darah merah hanya diberikan bila terjadi anemia berat
atau krisis aplastik
Pada kehamilan usahakan agar Hb berkisar sekitar 10 – 12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12 – 14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih teman hidup adalah penting untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 534)
Pada kehamilan usahakan agar Hb berkisar sekitar 10 – 12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12 – 14 g/dl sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih teman hidup adalah penting untuk mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 534)
F. Pengobatan
Sampai saat ini belum diketahui ada
pengobatan yang dapat memperbaiki pembentukan sabit, karena itu pengobatan
secara primer ditujukan untuk pencegahan dan penunjang. Karena infeksi
tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan ditekankan pada pencegahan
infeksi, deteksi dini dan pengobatan segera setiap ada infeksi pengobatan akan
mencakup pemberian antibiotik dan hidrasi dengan cepat dan dengan dosis yang
besar. Pemberian oksigen hanya dilakukan bila penderita mengalami hipoksia.
Nyeri hebat yang terjadi secara sendiri maupun sekunder terhadap adanya infeksi
dapat mengenai setiap bagian tubuh. Tranfusi hanya diperlukan selama terjadi
krisis aplastik atau hemolitis. Transfusi juga diperlukan selama kehamilan.
Penderita seringkali cacat karena
adanya nyeri berulang yang kronik karena adanya kejadian-kejadian oklusi pada
pembuluh darah. Pada kelompok penderita terdapat insiden yang tinggi terhadap
ketergantungan obat, terdapat juga insiden yang tinggi atas sulitnya mengikuti
sekolah dan melakukan pekerjaan. (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)
Hindari faktor-faktor yang diketahui
mencetuskan krisis:
1. Profilaktik.
2. Asam folat, misalnya 5 mg perhari,
jika diit buruk.
3. Gizi umum baik dan hygiene.
4. Krisis – istirahat, dehidrasi,
berikan antibiotik jika terdapat infeksi, bikarbonat jika pasien asidosis.
Analgetik kuat biasanya diperlukan, transfusi diberikan hanya jika anemia
sangat berat dengan gejala transfusi. Sukar mungkin dibutuhkan pada kasus
berat.
5. Perawatan khusus diperlukan pada
kehamilan dan anestesi sebelum persalinan atau operasi, pasien dapat
ditransfusi berulang dengan darah normal untuk mengurangi proporsi haemoglobin
S yang beredar.
6. Transfusi ini juga kadang-kadang diberikan
pada pasien yang sering mengalami krisis untuk menekan produksi Hb S secara
lengkap selama jangka waktu beberapa bulan. (Hoffbrand V.A, 1996, hal : 77).
G. Komplikasi
Komplikasi anemia sel sabit meliputi
infeksi, hipoksia dan iskemia, episode thrombosis, stroke, gagal ginjal, dan
priapiosmus (nyeri abnormal dan ereksi penis terus menerus).
Pasien dengan anemia sel sabit
biasanya rentan terhadap infeksi, terutama pneumonia dan osteomielitis. Mereka
dapat mengalami krisis aplastika dengan infeksi dan dapat menderita batu
kandung empedu (akibat peningkatan hemolisis yang menyebabkan batubilirubun)
dan ulkus tungkai. Ulkus dapat bersifat kronis dan nyeri serta memerlukan
tandur kulit. Infeksi merupakan penyebab kematian utama.
Episode
thrombosis dapat mengakibatkan infark paru atau terjadinya stroke mendadak
dengan paralisis pada satu sisi. Episode ini sama sekali tidak dapat
diramalkan; dapat terjadi tiap bulan atau sangat jarang dan dapat berlangsung
selama beberapa jam, hari, atau minggu. Kejadian yang nampaknya mencetuskan
kris adlah dehidrasi, kelemahan, asupan alcohol, stress emosi, dan asidosis.
Beberapa akibat infark bersifat permanen, seperti hemiplegia, nekrosis aseptic
kaput femur, dan defek konsentrasi ginjal. Gagal ginjal merupakan penyebab
kematian utama pada orang dewasa dengan penyakit ini.
ASUHAN
KEPERAWATAN
PASIEN
ANEMIA SEL SABIT
A. Pengkajian
Karena proses penyabitan dapat
mengakibatkan berhentinya sirkulasi disetiap jaringan atau organ, disertai
hipoksia dan iskemia, maka pengkajian yang cermat mengenai seluruh system tubuh
harus dilakukan. Pengkajian lebih ditekankan pada nyeri, pembengkakan, dan
demam. Semua sendi harus diperiksa dengan teliti akan adanya nyeri dan
pembengkakan, begitu juga abdomen.pemeriksaan neurologis yang cermat perlu
dilakukan untuk mengetahui adanya hipoksia serebral. Pasien juga di tanya
mengenai gejala yang mengarah ke batu kandung empedu, seperti ptidak toleran
terhadap makanan, nyeri epigastrik, dan nyeri andomen kuadran kanan atas.
Karena pasien dengan anem,ia sel
sabit rentan terhadap infeksi, harus dilakukan pengkajian terhadap setiap
proses infeksi. Perhatian khusus diberikan pada pemeriksaan dada dan tulang
panjang serta kaput femur, begitu pula pneumonia dan osteomielitis. Sering
terjadi ulkus tungkai, yang mungkin terinfeksi dan lama sembuh. Masalah lain
yang sering terjadi sehubungan dengan anemia sel sabit yaitu anemia kronis,
juga harus diperhatikan selama pemeriksaan fisik.
Pasien yang sedang mengalami krisis
ditanya mengenai factor yang dapat mencetuskan krisis. Mereka diminta untuk
mengingat krmbali apakah sebelumnya mereka mengalami gejala infeksi atau
dehidrasi atau mengalami situasi yang menyebabkan kelemahan atau stress emosi.
Riwayat asupan alcohol juga dikaji. Selain itu, pasien diminta untuk mengingat
kembali factor yang tampaknya mencetuskan krisis dimasa lalu dan upaya apa yang
mereka lakukan untuk mencegah krisis tersebut. Informasi yang di peroleh dapat
digunakan sebagai panduan untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan belajar
mereka.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian,
diagnosis keperawatan utama mencapkup yang berikut:
1. Nyeri
berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah.
2. Kurang
pengetahuan mengenai pencegahan krisis.
3. Gangguan
harga diri berhubungan dengan gangguan gambaran diri.
4. Ketidakberdayaan
berhubungan dengan ketidakmampuan akibat – penyakit.
C.
Rencana
Asuhan Keperawatan dengan Pasian Anemia Sel Sabit.
a)
Nyeri
berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil.
· Tujuan:
Mengurangi nyeri
· Intervensi
keperawatan dan Rasional
1. Kaji
berat dan lokasi nyeri. Tempat nyeri yang sering adalah sendi dan ekstremitas,
dada, dan abdomen.
Rasional : Jaringan
dan organ sangat peka terhadap thrombosis mikrosirkulasi dengan akibat kerusakan
hipoksik; hipoksia menyebabkan nyeri.
2.
Berikan analgetik sesuai resep.
Perhitungan pemakaian analgesic yang dikontrol pasien (PCA= Patient Controllet
Analgesia).
Rasional : analgetik
oploid penting untuk mengurangi nyeri yang berat; hindari penggunaan oploid
untuk nyeri krinis karena kemungkinan terjadi ketrgantungan. PCA dapat
memberikan pengontrolan nyeri yanag lebih baik.
3.
Dukung asupan cairan peroral dan berikan
cairan IV sesuai resep; memantau asupan dan haluaran cairan.
Rasional : cairan
akan memperbaiki hemodilusi dan menguraikan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh
darah kecil.
4.
Posisikan pasien dengan hati-hati dan
sangga daerah nyeri; dukung penggunaan teknik relaksasi dan latihan pernapan;
berikan panas lembab didaerah nyeri; cegah penyilangan kaki saat duduk.
Rasional : nyeri
sendi dapat dikurangi selama krisis dengan gerakan yang hati-hati dan
penggunaan kompres panas; teknik relaksasi dan latihan pernapasan dapat
berfungsi ebagai pelemas. Penyumbatan pembuluh darah oleh sel sabit akan
menurunkan sirkulasi.
·
Hasil yang diharapkan:
1.
Mengatakan bahwa nyeri telah berkurang
setelah pemberian analgetik.
2.
Menggerakan bagian tubuh dengan perlahan
dan hati-hati untuk mengurangi nyeri.
3.
Meningkatkan asupan cairan.
4.
Secara bertaha mengalami periode bebas
nyeri yang lebih lama.
5.
Menunjukan ketertarikan aktivitas
difersional.
b) Kurang pengetahuan megenai
pencegahan krisis sel sabit
·
Tujuan:
Menghindari
situasi yang dapat mncetuskan krisis sel sabit.
·
Intervensi Keperawatan dan Rasional
1.
Mendiskusikan factor yang biasanya
mencetuskan krisis:
a.
Infeksi
b.
Dehidrasi
c.
Trauma
d.
Latihan fisik berat
e.
Kahamilan
f.
Pajanan terhadap dingin
g.
Hipoksia (mis.ketinggian)
h.
Stress emosi.
Rasional : menghindari
situasi yang mencetuskan krisis dapat memperpanjang interval di antara serangan
krisis.
2.
Mendiskusikan sifat kronis penyakit
dengan pasien dan keluarganaya, menekankan pentingnya hidrasi yang memadai dan
pencegahan infeksi.
Rasional : memahami
kronisitas penyakit dan kemampuan meminimalkan krisis akan meningkatkan
kepatuhan terhadapa aturan terapi.
·
Hasil yang diharapkan:
1.
Pasien mampu mengidentifikasi factor
yang dapat mencetuskan krisis.
2.
Mengidentifikasi perubahan gaya hidup
yang dapat diterima yang perlu untuk mencegah krisis.
3.
Memperoleh dukungan keluarga dalam
melakukan perubahan gaya hidup.
4.
Memelihara asupan cairan yang adekuat.
5.
Menghindari alcohol dan kafein.
6.
Mengidentifikasi sumber infeksi yang
dapat dihindari.
7.
Mengidentifikasi perlunya mencari
bantuan medis dengan segera begitu terjadi infeksi.
8.
Mencari penyuluhan prenatal bila perlu.
c) Gangguan harga diri berhubungan
dengan perubahan gambaran diri.
·
Tujuan:
Adanya
peningkatan harga diri yang diungkapkan secara verbal
·
Intervensi Keperawatan dan Rasional;
1.
Luangkan waktu bersama pasien untuk
menerima keadannya.
Rasional : rasa
diterima oleh orang lain akan meningkatkan harga diri.
2.
Bantu dalam mengidentifikasi kekuatan.
Rasional : harga
diri yang rendah menghambat pencarian kekuatan.
3.
Dukung pemecahan masalah yang telah
diidentifikasi dan ingin dirubah oleh pasien.
Rasional : pemecahan
masalah akan terhambat oleh harga diri rendah.
4.
Berikan pemahaman mengenai penyelesaian.
Rasional : harga
diri dapat ditingkatkan dengan dorongan positif.
5.
Hindari peran sebagai pemberi asuhan
dalam situasi dimana pasien diharapkan mampu mandiri.
Rasional : peningkatan
kemandirian akan meningkatkan harga diri.
6.
Kaji adanya tanda depresi;
a.
Perubahan pola tidur
b.
Penurunan selera, kehilangan berat badan
c.
Suasana murung
d.
Kehilangan perhatian terhadap kegiatan
sehari-hari
Rasional : pasien
dengan penyakit sel sabit mempunyai insidens tinggi mengalami depresi.
7.
Kaji keterlambatan perkembangan,
khususnya pada remaja.
Rasional : peningkatan
ketergantungan kepada orang tua dan pelayanan kesehatan dapat memperlambat
keberhasilan penyelesaian tugas perkembangan.
8.
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam
kelompok pendukung bagi pasien dengan penyakit sel sabit.
Rasional : penerimaan
dan perasaan berharga dapat timbul bila pasien merasa aman dalam kelompok
pendukung, sehingga meningkatkan harga diri.
·
Hasil yang diharapkan:
1.
Mengembangkan tujuan yang akan
meningkatkan rasa control dan disesuaikan dengan usia.
2.
Mengucapkan persepsi-diri yang positif.
3.
Menunjukan keterampilan-pemecahan
masalah yang efektif.
4.
Menghubungi anggota kelompok pendukung
sebelum pulang dari rumah sakit.
d) Ketidakmampuan berhubungan dengan
ketidakberdayaan akibat penyakit.
·
Tujuan:
Pemecahan
masalah yang efektif untuk meningkatkan pengontrolan penyakit kronis.
·
Intervensi Keperawatan dan Rasional:
1.
Kaji pengetahuan mengenai penyakit dan
berikan informasi sebagai tambahan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Rasional : pengetahuan
akan memberikan kekuatan.
2.
Libatkan pasien dalam menyusun tujuan
asuhan yang realistic;
a.
Berikan tanggung jawab pada pasien untuk
menentukan jadwal aktivitas sehari-hari.
b.
Berikan pilihan-pilihan kepada pasien.
c.
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan yang dapat dicapai oleh pasien.
Rasional : partisipasi
aktif dalam asuhan kesehatan akan menyumbang terhadap adaptasi positif terhadap
penyakit kronis; perasaan mampu mengontrol akan meningkat bila pasien mempunyai
lebih banyak pilihan; keberhasilan akan meningkatkan harga diri.
3.
Berikan umpan balik positif terhadap
suatu pencapaian.
Rasional : meningkatkan
harga diri dan mendorong usaha dalam kegiatan lainnya.
4.
Ajarkan keterampilan bergaul untuk
memperbaiki kativitas komunikasi dengan orang lain.
Rasional : perbaikan
kemampuan berkomunikasi memerlukan rasa mampu mengontrol yang tinggi.
5.
Libatkan pasien dalam setiap kesempatan
untuk meningkatkan kesiagaan pelayanan kesehatan mengenai penyakitnya
(mis.dalam pameran kesehatan, berbincang dengan siswa kedokteran atau
keperawatan).
Rasional : partisipasi
aktif dalam asuhan kesehatan akan meningkatkan adaptasi positif terhadap
penyakit kronis.
6.
Mendorong pengucapan perasaan mengenai
potensial ketergantungan obat untuk mengontrol krisis nyeri.
Rasional : krisis
nyeri memerlukan penanganan dengan analgetik oploid, namun penggunaas jangka
panjang akan meningkatkan resiko ketergantungan. Penggunaan analgetik oploid
sering menjadi sumber konflik antara pelayanan kesehatan den pasien.
7.
Mendorong pengucapan keprihatinan
mengenai kematian.
Rasional : SCD
mempunyai komplikasi yang membahayakan jiwa yang biasanya ditakutkan pasien;
pengucapan keprihatinan mengenai hal ini dapat mengurangi kecemasan.
·
Hasil yang diharapkan:
1.
Mengucapkan pengetahuan mengenai
penyakitnya secara akurat.
2.
Mengembangkan tujuan yang dapat meningkatkan
rasa control.
3.
Pilihan yang sesuai dibuat secara
mandiri.
4.
Melakukan latihan teknik pergaulan.
5.
Berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
mengenai perawatan diri.
6.
Menunjukan keterampilan pemecahan
masalah yang efektif.
7.
Mengucapkan perasaan mengenai aspek
penyakit yang tidak mungkin diubah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2, Jakarta :
EGC, 2002.
2.
Price
A. S, Wilson M. Lorraine, (1995), Patofisiologi, vol. 2, EGC : Jakarta.
3.
Hoffbrand
V.A, Pettit E.J, (1996), Kapita Selekta Hematologi, EGC : Jakarta.
4.
Noer Sjaifullah H. M, (1999), Ilmu
Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar